Translate

Popular Posts

Powered by Blogger.

Saturday, April 14, 2012

Takbir Gempa Penjaga Hayat Aceh

Sebelum petaka 26 Desember 2004, masyarakat Aceh umumnya belum mengenal istilah tsunami. Mereka tak mengira sehabis gempa, air laut bisa menghantam daratan. Padahal, ratusan tahun silam, cendekiawan Aceh telah menuliskan pesan seputar gempa melalui manuskrip kuno.

Ketika laut surut sesaat setelah gempa pada Minggu pagi akhir 2004, orang Aceh ramai mencari ikan di pantai. Sebagian lagi menonton tanpa sadar bahwa tsunami mengancam jiwa mereka.

”Sebelum 2004 tidak ada pembelajaran mengenai gempa dan tsunami,” kata Hermansyah, filolog muda dari Fakultas Adab, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh. Ketiadaan pengetahuan tentang gempa dan tsunami membuat warga tak bersiaga.

”Padahal, Aceh sebenarnya menyimpan banyak naskah tua yang mengabarkan kejadian gempa dan tsunami pada masa lalu,”

Sunday, April 1, 2012

501 Tahun Kesultanan Aceh Darussalam

Banda Aceh – Puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga di antaranya  aktivis, seniman, Production House (PH), penulis,  dan kalangan media di Aceh menggelar pertemuan untuk memperingati 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam.


Acara peringatan yang turut di hadiri oleh Ketua DPRK Banda Aceh Yudi Kurnia dan Archeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah  berlangsung di D’Rodya Café, Banda Aceh, Sabtu (31/3),  mendapat sambutan baik dari sejumlah elemen masyarakat yang hadir.

Arkeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah yang juga peniliti benda benda sejarah mengaku, bahwa di Aceh perlu peran penting dalam mengangkat sejarah Aceh, masyarakat dan pemerintah , begitu juga dengan peneliti sejarah di Aceh harus meneliti kembali tentang situs situs sejarah dan kesultanan Aceh. Pasalnya, sejauh ini masih banyak terjadi kesimpangsiuran sejarah, bila hal ini tidak segera kita lakukan maka sejarah di Aceh akan menjadi teka teki  untuk masa depan Aceh.

Peniliti sejarah, lulusan India, Hermansyah, mengaku, bahwa banyak sejarah Aceh yang sudah tidak terarah lagi, di mana banyak sekali situs-situs sejarah di Aceh tidak terawat dengan baik bahkan ada yang hilang, begitu juga dengan sejarah tentang Kesultanan di Aceh.

Saman Gelar Diskusi 501 Tahun Aceh Berdaulat

Lembaga Budaya Saman menggelar acara diskusi publik memperingati 501 tahun kedaulatan Aceh Darussalam. Acara berlangsung selama tiga jam di Drodya Kafe, Sabtu, 31 Maret 2012.

Hadir sebagai pembicara Rahmat Al Banta Direktur CAJP (Center for Acheh Justice and Peace), Hermansyah, Filolog dan ahli sejarah juga Yudi Kurnia, Ketua DPRK Banda Aceh.

Kegiatan yang dihadiri belasan peserta dari kalangan aktivis, budayawan, mahasiswa dan awak media tersebut berlangsung hangat dan sukses.

Thayeb Sulaiman, Direktur Lembaga Budaya Saman kepada The Atjeh Post mengatakan bahwa ke depan mereka akan melakukan diskusi yang lebih besar lagi dengan melibatkan berbagai pihak. Thayeb juga berharap agar peringatan ini bisa menjadi peringatan daerah yang harus diperingati secara massal.

“Sebelumnya kami juga pernah melakukan diskusi publik Acehnologi,

Diskusi Publik Memperingati 501 Tahun Kesultanan Aceh


Banda Aceh – Puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga di antaranya  aktivis, seniman, Production House (PH), penulis,  dan kalangan media di Aceh mengadakan pertemuan untuk memperingati 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam.

Acara peringatan yang turut di hadiri ketua DPRK Banda Aceh Yudi Kurnia dan Arkeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah  berlangsung di D’Rodya Café, Banda Aceh, Sabtu (31/3),  mendapat sambutan baik dari sejumlah elemen masyarakat yang hadir.

Arkeolog Aceh, Dr. Husaini mengaku, bahwa di Aceh perlu mengangkat sejarah di Aceh, masyarakat dan pemerintah, begitu juga dengan peneliti sejarah di Aceh harus meneliti kembali tentang situs situs sejarah dan kesultanan Aceh. Pasalnya, sejauh ini masih banyak kesimpangsiuran sejarah, bila hal ini tidak diluruskan maka sejarah di Aceh akan menjadi teka teki  dimasa depan.

Peneliti sejarah, lulusan India, Hermansyah, mengaku, bahwa banyak sejarah Aceh yang sudah tidak terarah lagi, di mana banyak sekali situs-situs sejarah di Aceh tidak terawat dengan baik bahkan ada yang hilang. Begitu juga dengan sejarah tentang Kesultanan di Aceh.

“Sejarah kesultanan di Aceh sudah cukup banyak yang berubah karena ditulis oleh orang luar Aceh, misalnya, terkait tentang kesultanan itu ada 34 sultan, namun,