Translate

Popular Posts

Powered by Blogger.

Thursday, May 10, 2012

Mahasiswa IAIN Studi Naskah Ke Kediaman Tarmizi A Hamid


BANDA ACEH – Belasan mahasiswa jurusan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Ar Raniry Banda Aceh melakukan studi naskah ke kediaman kolektor manuskrib, Tarmizi A Hamid, Rabu, 9 Mei 2012.

Kegiatan ini dibuat agar mahasiswa lebih mengenal manuskrip secara langsung, baik dari segi fisik, karakteristik dan keunikannya, ataupun kodikologi dan kandungan isi naskahnya. Dengan adanya studi naskah ini mahasiswa dapat membaca, menyentuh dan menganalisa manuskrip secara langsung sehingga minat mereka semakin besar untuk mengkaji naskah.

Tarmizi A Hamid dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa ia sangat mengapresiasi kegiatan mahasiswa, dengan begitu koleksi naskahnya yang sudah disimpan bertahun-tahun bisa berguna untuk mahasiswa Aceh.

“Ini sangat tepat, karena naskah-naskahnya sudah direstorasi, sudah saatnya naskah tersebut dikaji kandungannya oleh generasi Aceh, bukan hanya dari luar negeri. Selama ini banyak sekali peneliti dari luar yang meminta untuk mengkaji naskah saya, padahal mahasiswa dai Aceh tidak kalah banyak, hanya kurang akses dan informasi saja,” kata Tarmizi kepada mahasiswa.

Belasan Mahasiswa “Serbu” Rumah Kolektor Manuskrip Aceh


Banda Aceh – Belasan mahasiswa jurusan Sastra Arab, Fakultas Adab IAIN Ar-Ranirry Banda Aceh menyerbu kediaman kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A. Hamid, pada Rabu (9/5) sore. Kedatangan mahasiswa tersebut guna melakukan study naskah yang merupakan bagian dari pembelajaran praktikum Filologi.

Belasan Mahasiswa IAIN kunjungi rumah Kolektor Manuskrip Aceh, di Banda Aceh guna mempelajari ilmu filologi, Rabu (9/5).

Kedatangan mahasiswa ini mendapat respon positif dari Tarmizi A Hamid. “Sangat tepat, karena naskah-naskah sudah direstorasi. Kini, sudah saatnya naskah-naskah yang sudah diperbaiki dikaji isi kandungannya,” ujarnya.

Tarmizi berharap, generasi Aceh juga dapat mengkaji manuskrip-manuskrip kuno yang dimilikinya, bukan hanya oleh orang luar negeri.

“Selama ini banyak sekali peneliti dan pelajar luar meminta naskahnya untuk dikaji. Padahal pelajar Aceh juga tidak kalah jumlahnya, hanya terkendala kurangnya informasi dan akses.”

Hermansyah sebagai dosen pembimbing dalam kegiatan ini sekaligus filolog Aceh mengatakan, IAIN Ar-Raniry punya peluang dan peran penting dalam pengkajian naskah klasik.

Saturday, April 14, 2012

Takbir Gempa Penjaga Hayat Aceh

Sebelum petaka 26 Desember 2004, masyarakat Aceh umumnya belum mengenal istilah tsunami. Mereka tak mengira sehabis gempa, air laut bisa menghantam daratan. Padahal, ratusan tahun silam, cendekiawan Aceh telah menuliskan pesan seputar gempa melalui manuskrip kuno.

Ketika laut surut sesaat setelah gempa pada Minggu pagi akhir 2004, orang Aceh ramai mencari ikan di pantai. Sebagian lagi menonton tanpa sadar bahwa tsunami mengancam jiwa mereka.

”Sebelum 2004 tidak ada pembelajaran mengenai gempa dan tsunami,” kata Hermansyah, filolog muda dari Fakultas Adab, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh. Ketiadaan pengetahuan tentang gempa dan tsunami membuat warga tak bersiaga.

”Padahal, Aceh sebenarnya menyimpan banyak naskah tua yang mengabarkan kejadian gempa dan tsunami pada masa lalu,”

Sunday, April 1, 2012

501 Tahun Kesultanan Aceh Darussalam

Banda Aceh – Puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga di antaranya  aktivis, seniman, Production House (PH), penulis,  dan kalangan media di Aceh menggelar pertemuan untuk memperingati 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam.


Acara peringatan yang turut di hadiri oleh Ketua DPRK Banda Aceh Yudi Kurnia dan Archeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah  berlangsung di D’Rodya Café, Banda Aceh, Sabtu (31/3),  mendapat sambutan baik dari sejumlah elemen masyarakat yang hadir.

Arkeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah yang juga peniliti benda benda sejarah mengaku, bahwa di Aceh perlu peran penting dalam mengangkat sejarah Aceh, masyarakat dan pemerintah , begitu juga dengan peneliti sejarah di Aceh harus meneliti kembali tentang situs situs sejarah dan kesultanan Aceh. Pasalnya, sejauh ini masih banyak terjadi kesimpangsiuran sejarah, bila hal ini tidak segera kita lakukan maka sejarah di Aceh akan menjadi teka teki  untuk masa depan Aceh.

Peniliti sejarah, lulusan India, Hermansyah, mengaku, bahwa banyak sejarah Aceh yang sudah tidak terarah lagi, di mana banyak sekali situs-situs sejarah di Aceh tidak terawat dengan baik bahkan ada yang hilang, begitu juga dengan sejarah tentang Kesultanan di Aceh.

Saman Gelar Diskusi 501 Tahun Aceh Berdaulat

Lembaga Budaya Saman menggelar acara diskusi publik memperingati 501 tahun kedaulatan Aceh Darussalam. Acara berlangsung selama tiga jam di Drodya Kafe, Sabtu, 31 Maret 2012.

Hadir sebagai pembicara Rahmat Al Banta Direktur CAJP (Center for Acheh Justice and Peace), Hermansyah, Filolog dan ahli sejarah juga Yudi Kurnia, Ketua DPRK Banda Aceh.

Kegiatan yang dihadiri belasan peserta dari kalangan aktivis, budayawan, mahasiswa dan awak media tersebut berlangsung hangat dan sukses.

Thayeb Sulaiman, Direktur Lembaga Budaya Saman kepada The Atjeh Post mengatakan bahwa ke depan mereka akan melakukan diskusi yang lebih besar lagi dengan melibatkan berbagai pihak. Thayeb juga berharap agar peringatan ini bisa menjadi peringatan daerah yang harus diperingati secara massal.

“Sebelumnya kami juga pernah melakukan diskusi publik Acehnologi,

Diskusi Publik Memperingati 501 Tahun Kesultanan Aceh


Banda Aceh – Puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga di antaranya  aktivis, seniman, Production House (PH), penulis,  dan kalangan media di Aceh mengadakan pertemuan untuk memperingati 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam.

Acara peringatan yang turut di hadiri ketua DPRK Banda Aceh Yudi Kurnia dan Arkeolog Aceh, Dr. Husaini dari Unsyiah  berlangsung di D’Rodya Café, Banda Aceh, Sabtu (31/3),  mendapat sambutan baik dari sejumlah elemen masyarakat yang hadir.

Arkeolog Aceh, Dr. Husaini mengaku, bahwa di Aceh perlu mengangkat sejarah di Aceh, masyarakat dan pemerintah, begitu juga dengan peneliti sejarah di Aceh harus meneliti kembali tentang situs situs sejarah dan kesultanan Aceh. Pasalnya, sejauh ini masih banyak kesimpangsiuran sejarah, bila hal ini tidak diluruskan maka sejarah di Aceh akan menjadi teka teki  dimasa depan.

Peneliti sejarah, lulusan India, Hermansyah, mengaku, bahwa banyak sejarah Aceh yang sudah tidak terarah lagi, di mana banyak sekali situs-situs sejarah di Aceh tidak terawat dengan baik bahkan ada yang hilang. Begitu juga dengan sejarah tentang Kesultanan di Aceh.

“Sejarah kesultanan di Aceh sudah cukup banyak yang berubah karena ditulis oleh orang luar Aceh, misalnya, terkait tentang kesultanan itu ada 34 sultan, namun,

Thursday, February 23, 2012

Mereka hanya Manggut-manggut


Mereka, para pelajar dari National University of Singapore dan pelajar dari Fak Adab IAIN Ar-Raniry sangat berminat mendalami sumber-sumber yang terdapat di dalam naskah kuno saat dihadapan mereka. Karena keseriusan tersebut, mereka sangat menyimak apa yang disampaikan oleh kolektor naskah dan juga oleh Profesor-nya.
Pelajaran penting mereka peroleh langsung di lapangan.

Berita Serambi Indonesia ini menunjukkan keseriusan mereka:
SELAMA di rumah Tarmizi A Hamid, para mahasiswa ini mempelajari sejumlah kitab kuno yang umumnya ditulis dalam huruf jawi (bahasa Melayu dan Aceh). Kebanyakan mereka ternyata tidak bisa membaca atau memahami kalimat-kalimat yang tertulis dalam kitab-kitab tersebut.

Para mahasiswa ini hanya tampak manggut-manggut saat mendapat penjelasan dari ahli filologi (kajian naskah kuno) dari Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry, Hermansyah MA. Karena huruf-huruf Jawi maupun kalimat yang tertulis dalam kitab itu sangat sulit dibaca oleh orang awam.

Zuliana, mahasiswa tahun ke-4 di NUS bidang Pengajian Melayu mengatakan, kunjungan belajar ke Aceh ini berlangsung selama lima hari, sejak Senin (19/2) lalu. Selain berkunjung ke rumah Tarmizi A Hamid, mereka juga sudah mengungjungi Musium Aceh, Kampus Darussalam, dan beberapa lokasi bersejarah lainnya.

“Insya Allah nanti sore (kemarin-red) kami akan ke Mahkamah  Syar’iyah. Nanti juga akan ada kunjungan ke lokasi-lokasi sejarah tsunami. Kami sangat senang berada di Aceh, sangat bagus. Kami sudah lama ingin berkunjung ke Aceh, karena dari cerita orang-orang tua kami, Aceh ini adalah Serambi Mekkah,” kata dia.

Uniknya, dari delapan mahasiswa jurusan “Pengajian Melayu UNS” yang berkunjung ke Aceh, hanya ada satu laki-laki. Uniknya lagi, pria satu-satunya dalam rombongan ini bernama Ming Han, keturunan Cina-Singapura yang tertarik untuk mempelajari tentang sejarah peradaban Melayu.


Source:  http://aceh.tribunnews.com/2012/02/23/mereka-hanya-manggut-manggut

Mahasiswa Singapura Belajar Peradaban Melayu ke Aceh


Foto Bersama 22 Febr 2012 

Ada pelajaran penting yang harus kita petik dari kunjungan mahasiswa/i  National University of Singapore (NUS) ke tempat-tempat koleksi manuskrip (naskah kuno), bahwa mereka masih peduli dan menekuni sejarah bangsa lain, khususnya  warisan khazanah Melayu-Aceh yang berbentuk naskah kuno.

Berikut berita liputan media Serambi:
Delapan Mahasiswa National University of Singapore (NUS), sejak tiga hari terakhir melakukan kunjunga ke sejumlah situs bersejarah di Aceh. Para mahasiswa dari jurusan "Pengajian (Pengkajian-red) Melayu" ini sedang melakukan penelitian tentang jejak sejarah dan peradaban Melayu di Aceh.

"Saya rasa Aceh adalah salah satu dari sedikit daerah yang masih menyimpan banyak bukti sejarah Melayu, makanya saya sering memilih Aceh sebagai salah satu daerah yang wajib dikunjungi oleh mahasiswa saya,"

Wednesday, February 22, 2012

Seminar Internasional Pelestarian Maklumat dan Ilmu Nusantara di Aceh


Foto Bersama Tim UiTM Malaysia dengan Fak Adab IAIN Ar-Raniri

Hermansyah, MA Hum menjadi pemateri dalam seminar Internasional di gedung auditorium PascaSarjana IAIN Ar-Raniri Banda Aceh, dalam acara “Pelestarian Maklumat & Ilmu Nusantara: Acheh”  atas kerjasama UITM Malaysia dengan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (Senin, 20 Februari 2012). Makalahnya berjudul  "Preservasi Naskah-naskah Kuno di Aceh (Pra dan Pasca Gempa Tsunami 2004)"

Dalam presentasi tersebut yang menjadi kajian utama adalah, Berapakah jumlah naskah yang hancur dan musnah akibat Gempa-Tsunami 2004 di Aceh? Dan, berapakah manuskrip yang tersisa saat ini? Bagaimana pemeliharaan, restorasi, digitalisasi, dan yang terpenting pengkajian dan penelitian terhadap sumber-sumber primer tersebut.

Pemeliharaan dan pelestarian (preservasi) yang telah dan sedang dilakukan di Aceh selama ini,

Saturday, January 28, 2012

24 Ahli Manuskrip Perbaiki Naskah Obat Kuat


Sebanyak 24 ahli restorasi naskah kuno (manuskrip) dari sejumlah lembaga di Aceh, dalam dua hari terakhir, Minggu dan Senin (22-23/1/2012), merestorasi (memperbaiki) 50 manuskrip Aceh koleksi Tarmizi A Hamid. Di antara kitab kuno yang direstorasi itu, berisi tentang bahan obat obatan untuk meningkatkan hasrat seks dan keperkasaan laki laki.

Salah satu manuskrip kuno tersebut antara lain tertulis,"Adapun pucuk pisang klat dipicit pada tangan kita kemudian maka diambil airnya, maka disapukan pada pusat kita. Maka jadilah ia ikat mani lagi kuat, Insya Allahu Ta'ala."

Demikian antara lain isi salah satu kitab kuno yang direstorasi. Sayangnya,

Wednesday, January 25, 2012

42 Naskah Kuno Aceh Restorasi


Banda Aceh-Sebanyak 42 Naskah Kuno milik Tarmizi A. Hamid, kolektor manuskrip Aceh direstorasi oleh pihak Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Aceh. Restorasi kitab kuno ini berlangsung selama dua hari, Minggu (22/1) dan baru selesai Senin (23/1).

42 Kitab Kuno Aceh milik pribadi Tarmizi A. Hamid direstorasi oleh PKPM
Menurut Tarmizi A. Hamid, kitab kuno miliknya sebenarnya berjumlah 482 naskah dan pihaknya telah mengajukan tawaran restorasi pada pemerintah setahun yang lalu. Namun, dikarenakan keterbatasan dana PKPM hanya bisa merestorasi manuskrip sebanyak 42 buah saja dan baru tahun ini terlaksana.

“Saya merasa senang dengan adanya perhatian dari kawan-kawan mengenai manuskrip kuno ini. Apalagi pihak terkait mau me-restorasi kitab-kitab koleksi saya meskipun pada awalnya hanya ditargetkan 30 buah manuskrip saja,” ungkap Tarmizi A. Hamid, kolektor manuskrip Aceh di dampingi Hermansyah, M.A. Hum, ahli filolog Aceh pada Aceh Corner, Senin (23/1).

Program Konservasi dan Restorasi Naskah Aceh


Pusat Kajian Pendidikan Masyarakat (PKPM) Aceh, melakukan program konservasi dan restorasi naskah kuno Aceh. Kegiatan ini dikhususkan di  dua tempat yaitu  di Zawiyah Teungku Syiek  Tanoh Abee Seulimuem dan manuskrip koleksi pribadi Tarmizi Abdul Hamid di Banda Aceh.

Direktur Pusat Kajian Pendidikan Masyarakat (PKPM) Aceh Mujiburrahman kepada The Atjeh Post mengatakan, bencana tsunami  pada 26 Desember 2004, selain menghancurkan infrastruktur fisik, juga melumat khasanah naskah kuno atau manuskrip milik pribadi maupun pemerintah yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. "Lebih disayangkan lagi, sekarang kita tidak dapat mengetahui keberadaan warisan budaya yang hilang itu secara detail karena sebahagiannya belum didata dengan baik," ujar Mujiburrahman saat merapikan naskah kuno di pustaka pribadi kolektor naskah kuno Tarmizi Abdul Hamid, Banda Aceh, Minggu, 22 Januari 2012.

Di antara yang selamat adalah manuskrip milik Tarmizi dan  Teungku Syiek  Tanoh Abee Seulimuem.

Restorasi Naskah Kuno Aceh


Para ahli restorasi dari sejumlah lembaga di Banda Aceh merestorasi kitab kuno Aceh koleksi Tarmizi A Hamid di Ie Masen, Banda Aceh, Senin (23/1/2012). Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Aceh, merestorasi 50 kitab kuno Aceh dengan melibatkan 24 ahli restorasi di Banda Aceh.